Kamis, 06 Agustus 2009

Begundal Lowokwaru


Konser rock di lapangan Rampal beberapa bulan yang lalu menjadi bukti betapa merindunya pencinta musik indie di Malang akan musik dari Begundal Lowokwaru. Ratusan penonton yang memadati Rampal turut bergoyang bersama ketika lagu And The Bottle For All mengalir merdu. Diawali dengan versi akustik lagu ini lantas menghentak di tengah hingga akhir lagu. Pengunjung yang sebelumnya hanya duduk mendengarkan dentuman musik Rock dari salah satu band utama malam itu sontak berdiri ketika Begundal mulai beraksi.
Setelah sepuluh tahun menyuarakan musik ala Begundal Lowokwaru, band yang menyebutkan dirinya bergenre Street Punk ini kembali …

Pickwolf: Iklim Bermusik Malang Mirip Inggris


Satu lagi band baru yang ikut mewarnai dunia musik indie Malang, Pickwolf. Band berpersonel lima orang ini terbentuk di pertengahan 2007 lalu. Walaupun tergolong berusia muda, kemauan Pickwolf tergolong luar biasa untuk terus berkembang dan menjadi band besar berkualitas.
Terbentuk dari kebosanan di band awal masing-masing, Pickwolf akhirnya bergabung dan memilih genre Rock-Metal. Namun warnanya berbeda dan unik dari band lain yang ada di Malang.
Awang vokalis Pickwolf mengatakan, lima personel yang ada sekarang, Angga dan Christian (gitar), Wira (bass) dan Atenk (drum) awalnya memiliki band masing-masing dengan aliran yang berbeda.

Brutal atau Melucukah Elex Yo Ben ?

Dari : http://elexyoben.wordpress.com/

Kalau kembali pada fase ketika project ini berangkat, EYB sama sekali tidak terpikir untuk melucu. Di album ini, sesungguhnya EYB mencoba untuk melakukan semacam gugatan terhadap penulisan lirik yang nyaris menjadi semacam koor bagi song maker tanah air. Kebanyakan mereka seperti berpuisi dalam mengungkapkan isi hatinya, sedangkan EYB lebih memilih mengutak-atik prosa (dalam hal ini prosa pendek). EYB berpikir bagaimana jika lagu itu pada akhirnya bukan melulu berisi ungkapan hati saja, tapi menjadi seperti sebuah dongeng atau cerita pendek. Misinya adalah meluaskan segmentasi, yakni : penikmat musik adalah juga penikmat cerita/sastra fiksi, demikian juga sebaliknya.

Kalau pada akhirnya EYB dianggap “geeeer” itu karena tema-tema yang diangkat bersifat karikatural. EYB menemui sejumlah hal yang menyadarkan bahwa sisi-sisi yang tak terungkap dari realitas hidup ini ternyata komikal, padahal itu nyata terjadi disekitar kita. Tengok kisah-kisah dalam program acara kriminal TANGKAP di TV sebagai buktinya. Mungkin bisa jadi inilah yang menyebabkan para penikmat musik EYB merasa terkaget-kaget mendengarkan “tuturan cerita” dalam sejumlah lirik album GENDING BEJAD (atau bisa jadi karena mereka terlampau lama dibius tema-tema cinta yang berkisar itu-itu saja). Namun demikian dalam lagu berjudul ‘Gending Bejad” yang berdurasi 8 menitan, EYB sedikit menyempal dari gagasan awal lirik. Khusus lagu tersebut EYB sengaja mengalirkan lirik sedemikian rupa meski tema lagu harus tetap ada.

Secara musical, EYB jelas tak ketinggalan bereksplorasi. Disisi ini EYB meleburkan sejumlah genre musik dengan musik rock sebagai basic penjelajahannya. Karena pada dasarnya musik itu melintasi banyak batas, maka EYB sama sekali tidak berniat melakukan peng-genre-an meski ada yang menyebut music EYB itu progressive rock, trash metal, modern rock atau lainnya. Penyebutan electro rock sendiri hanya untuk memudahkan public mengira-ira EYB memainkan musik apa. Itupun gara-gara sebuah media cetak menyebutnya demikian.

Apapun yang dikatakan, bermusik berarti berkarya. Jika GENDING BEJAD lahir sebagai sebuah karya maka itu artinya EYB telah melahirkan anak eksplorasinya, dia bertanggung jawab penuh atas pencapaian mutunya.

Salam
ELEX YO BEN
Brutal Tapi Sopan
081218434139
021.36195839


Menjelang album video kedua yang akan diluncurkan pertengahan tahun ini, EYB membuka diri bagi pihak-pihak yang tertarik untuk melakukan kerjasama label (indie ataupun mayor) dan juga management artis. Sebab, sekedar untuk diketahui, dalam album GENDING BEJAD, seluruh gerak roda hanya digulirkan oleh dua personil EYB sendiri mulai dari sejak proses perekaman, mixing, mastering, produksi video klip, grafis dan penggandaan, pendistribusian, publikasi, pengurusan RBT, hingga keterlibatannya dalam berbagai event (walau sejumlah “Suku Elex” - sebutan untuk para gerilyawan EYB- tetap membantu usaha gerilyanya).

Untuk melakukan kontak, mendapat informasi tambahan atau free download 3 lagu dalam album GENDING BEJAD, silahkan kunjungi : http://www.myspace.com/elexyoben dan http://www.seleb.tv/content untuk menonton video-videonya.

MALANG HOLE

AYO KER KITA JAGONGAN, NGOPI2 BARENG KLO BISA YA MANGGUNG BARENG!!!

Website: http://www.sixteenhole.com/group/malanghole
Location: MALANG
16Holers: 38
Latest Activity: Aug 2

Java Rockin Land (J.A.M.P stage)

purgatory main August, 7 2009 10:15 PM
Pantai Carnaval Ancol, Jakarta, - Rp. 160.000

"Live in concert of VALHALLA(peace in heaven)"

sunday,august 9th 2009 09.00am-end. At.exs SENA theatre KROYA,CILACAP jawatengah
-openingAct: DERNIER
-Featuring:
DHEMIT(purbalingga)
GANEVO(purwokerto)
AGNOSTICA(kemranjen)
JRANGKONG(purwokerto)
BOERJAMHAL(cilacap)
SEROJA(kroya)
PERNICIOUS HATE(purwokerto)
GRIEVIOUS(cilacap)
WATCHING ME FALL(kroya)

SPEAK UP

July, 18 2009 08:00 PM - DistorSound, Rossi Fatmawati
Rossi Fatmawati, Jakarta Selatan, 12450 - ???

July, 18 2009 08:00 PM - Breath to Death, Gedung Pemuda, Cibinong. Bogor
Gedung Pemuda PEMDA Cibinong, Bogor, -

July, 19 2009 08:00 PM - Rock at StarDust Cafe, Sabang
Stardust Cafe, Sabang, Jakarta Pusat, - ???

July, 24 2009 08:00 PM - Sound of Ur Soul @ Submarine Belleza, Permata Hijau
Submarine Belleza, Permata Hijau, Jakarta Selatan, - ??

July, 25 2009 08:00 PM - Teruskan Perjuangan, Parkit DeJavu Cafe.
Parkit DeJavu, Sabang, Jakarta Pusat, - ??

August, 1 2009 08:00 PM - A Tribute to Not Available, Hin City. Bulungan
Hin City Cafe, Bulungan, Blok M., Jakarta Selatan, - ??

August, 2 2009 08:00 PM - Music Festival, Somewhere in Ps. Minggu (TBA)
Somewhere in Ps. Minggu, Jakarta Selatan, - ??

August, 9 2009 08:00 PM - Slaves Shall Serve, Liverpool Cafe, Bekasi
Liverpool Cafe, Bekasi, Bekasi, - ??

October, 28 2009 08:00 PM - A Tribute to Not Available, Parkir DeJavu. Sabang
DeJavu Cafe, Sabang, Jakarta Pusat, -

GIGS MARJINAL

SETIAP KAMIS DI JALAN VETERAN 1 NO.33, JAKARTA PUSAT
DATANG DI ACARA GIGS KITA, UNTUK SEMUA BLAUTERS SETIAP HARI KAMIS,
JAM 7 MALAM
DI JALAN VETERAN 1 NO.33,
JAKARTA PUSAT

ALONE AT LAST

July, 25 2009 08:00 PM - tbc
, Surabaya, -

July, 26 2009 08:00 PM - tbc
, Medan, -

August, 1 2009 08:00 PM - tbc
, Malang, -

August, 2 2009 08:00 PM - tbc
, Surabaya, -

August, 4 2009 08:00 PM - tbc
, Jogja, -

August, 6 2009 08:00 PM - tbc
, Solo, -

August, 8 2009 08:00 PM - tbc
, Semarang, -

August, 15 2009 08:00 PM - tbc
, Bali, -

August, 16 2009 08:00 PM - tbc
, Bali, -


FOR INFORMATION GO TO ALONE AT LAST OFFICIAL MYSAPACE

PERINGATAN DI FACEBOOK!!!!

JGN MEREQUEST UNTUK diADD: 'STEFANIA COLAC' DAN 'ALEJANDRO SPITZNER'. MEREKA ADALAH HACKER. CANTUMKAN DI WALL ANDA. JIKA SALAH SEORANG MENG ADD MEREKA,,ALAMAT DAN FILE KOMPUTER KLIAN AKAN DI DELET OLEH MEREKA...COPY DAN PASTE TEXT INI DI WALL TEMEN2...JIKA ADA SALAH SATU TEMEN2 TELAH CONFIRM PERTEMANAN MEREKA..JGN DIBUKA SALAH SATU VIDEO YANG DITAG MA TEMEN2....ITU ADALAH VIRUS!!!

Minggu, 02 Agustus 2009

Band Indie Indonesia Sabet Gelar Di AVIMA 2009


Senin, 30 Maret 2009

Band-band indie Indonesia kembali berbicara di dunia musik internasional dengan menyabet penghargaan dalam AVIMA (Asia Voice Independent Music Awards) 2009.

Dalam daftar pemenang yang dirilis panitia, terdapat nama Agrikulture, Overload Romance, Sandra, Ritmic-Traumatic, Everybody Loves Irene dan Sore. Agrikulture meraih penghargaan Most Innovative and Inventive Indie Act, sedangkan Overload Romance menyabet gelar Best Pop Act. Lagu milik band pendatang baru, Sandra, dianugerahi penghargaan Best Song To Play At Camp Fire and To Do Away With Monday Morning Blues.

Sementara itu Everybody Loves Irene meraih penghargaan Moody - Melancholic Masterpiece untuk lagunya, Love is So strange. Sore menyabet gelar kategori Best Album/EP Cover of The Year (album Ports of Lima), dan Ritmic-Traumatic meraih bronze award pada kategori Best Rock Act (Group/duo).

Yang menyabet penghargaan bergengsi Song of The Year dan Best Rock Song Categories adalah lagu berjudul Marabahaya hasil kerjasama apik antara Pop Shuvit (Malaysia) dengan Project E.A.R. Project E.A.R adalah band kolaborasi dari 5 negara, yaitu Saint Loco (Indonesia), Thaitanium and Silksounds (Thailand), Slapshock (Philippines), Ahli Fiqir (Singapore) and Pop Shuvit (Malaysia).

AVIMA 2009 adalah event yang digelar oleh Voize.my, situs lifestyle & entertainment Asia yang berbasis di Malaysia. Ajang ini dianggap sebagai penghargaan musik indie terbesar di dunia karena mendukung sekitar 3000 band indie dari 16 negara Asia. Penilaian sudah berlangsung dari tanggal 1 hingga 29 Maret 2009 dengan sistem voting dan juri.

Untuk tahun ini, jurinya adalah Denis Curman (Croatia), Takeshi Ohyashiki (Japan), Anna Kaster (USA), Marcel Santiago (Brazil),Cristin Tomeci (Romania/Belgium), Joshua Ninan (Australia), Emanuel Tomeci (Romania/Belgium), Anna Lindgren (Sweden), Seretse Small (Jamaica) , Fernando Casale (Argentina) dan Vanessa Moses (Australia).

DAFTAR PEMENANG

Song Of The Year
Marabahaya (E.A.R version) - Pop Shuvit & Project EA.R (Thailand/Malaysia/Philippines/Singapore/Indonesia)

'Thank You For Existing Becoz Your Music Makes Each Day Worth Waking Up To', (Most Innovative and Inventive Indie Act)
Agrikulture (Indonesia) & Out Of Body Special (Philippines)

Best Rock Song
1. Marabahaya (E.A.R version) - Pop Shuvit & Project EA.R (Thailand/Malaysia/Philippines/Singapore/Indonesia) (Gold)
2. Archipelago-MRI (Philippines) (Silver)
3. Save our souls-Electrico (Singapore) (Bronze)

Best Rock Act (Group/duo)
1. Motherjane (India) - Gold
2. Pop Shuvit (Malaysia) - Silver
3. Ritmic-Traumatic (Indonesia) - Bronze

Best Rock Vocalist
1. Dia Hassan-Juliana down, (UAE) - Gold
2. Rithan - Deja Voodoo Spells (Malaysia) - Silver
3. Dave Tan - Electrico (Singapore) - Bronze

Best Pop/R&B Song
Naino sey - Sanjay Divecha (India)

Best Pop Act (solo or group)
Overload Romance (Indonesia)

Best Dance/Electronica Song
Funky Wah-Wah-Walking In The Moonlight (Thailand)

Best Dance Act(Group, duo)
Jojouka (Japan)

Best Dance Act (Solo)
CC Sound factory (Singapore)

Best Hip Hop Song
Poppin - Kraft & Jeevz (Malaysia)

Best Hip Hop Solo Act
Krishnan (Sri Lanka)

Best Hip Hop Group
Thaitanium (Thailand) & Dice & K9 (Mobbstarr) (Philippines) (TIE)

Best Instrumental
One day on moon - Jang seiyong (Korea)

Best Song To Play At Camp Fire and To Do Away With Monday Morning Blues (for all songs acoustic, folk or mellow)
Movie song - Sandra (Indonesia)

Best College Act
Bunk Face (Malaysia)

Best Guitar "Goreng" Riff
Funk - Phoeny X (Malaysia)

Most Mind Blowing Music Video
Vivek Rajagopalan - Snake in the city (India)

Best Overall Female Vocalist
Armi Millare - Up dharma down (Philippines)

Sunshiny-Feelgood song of the year
Chantek - Altimet (Malaysia)

Moody-melancholic masterpiece
Love is So strange- Everybody loves Irene (Indonesia)

Genre Bending-Mindboggling-Out of this world Track!
Together again - Shaair and Func (India)

Best Album/EP Cover of The Year
Ports of Lima – Sore (Indonesia)

HARDCORE PUNK

Hardcore punk (terkadang disebut Hardcore saja) merupakan salah satu subgenre dari punk rock yang berasal dari Amerika Utara dan UK diakhir tahun 1970an. Sound baru ini yang merupakan ciri khas musiknya secara umum yaitu: suara gitar yang lebih tebal, berat dan cepat dari musik punk rock awal.[1] Tipikal lagu biasanya sangat pendek, cepat dan keras, selalu membawakan lagu tentang politik, kebebasan berpendapat, kekerasan, pengasingan diri dari sosial, straight edge, perang dan tentang sub-kultur hardcore itu sendiri[2][3][4]

[sunting] Hardcore punk Indonesia

Musik Hardcore sudah eksis di Indonesia pada tahun akhir 1980-an. Dengan fenomena yang ada menyebabkan sebagian dari punker mulai melahirkan scene-scene hardcore punk. Sehingga musik hardcore di Indonesia sangat kental dengan warna punk.

Dikarenakan masih sangat sedikitnya scene hardcore maka scene terbagi menjadi dua kaum, yaitu kaum individu yang lebih suka menikmati musik Hardcore dengan sosialisasi yang secukupnya dan kaum yang sangat suka bersosialisasi (membaur dengan komunitas punk). Hal ini terjadi sampai sekitar pertengahan tahun 90-an. Tahun 90-an bisa dibilang tahun musik Hardcore di Indonesia dan puncaknya pada akhir tahun 1990 ditandai dengan mulainya pertunjukan-pertunjukan di berbagai tempat menampilkan 100% band hardcore (yang sebelumnya selalu mencampur dengan band punk) dan kemudian musik hardcore mulai membaur dengan melodicore.

Dengan semakin banyaknya band hardcore bersamaan pula munculnya records D.I.Y yang menyalurkan kreatifitas band seperti pinball records dan ffgrecords. Di Indonesia kota Jakarta adalah kota yang memiliki banyak band hardcore, untuk di kota lain umumnya hardcore dibawa dan berkembang dari individu anak Jakarta yang kuliah di luar kota ataupun bekerja. Band Hardcore Jakarta antara lain adalah Anti Septic, Triple X, Straight Answer, Dirty Edge, Popcorn, Sugesti X, Secret Agent. Depok juga memiliki DC crew: Thinking Straight cs dan juga band-band bekasi yang mayoritas mengusung oldschool hardcore punk.

Setelah era oldschool, hardcore amerika, hardcore oldscholl eropa ke newschool maka dimulailah hardcore yang di dominasi dengan musik lebih kental musik metalnya seperti Jumbo Jet bahkan emo, hingga saat ini (tahun 2000-an).

Punk In Love: Lima Hari Mencari Cinta


Jakarta - Mungkinkah cinta dapat diraih dalam waktu lima hari? Vino G. Bastian yang menobatkan diri sebagai anak punk mencoba untuk membuktikannya. Bisakah?

Siang hari di sebuah pasar di daerah Malang, Jawa Timur, Yoji (Andhika Pratama), Mojo (Yogi Finanda), Almira (Aulia Sarah) berlari dengan gaya pakaian acak-acakan ala anak punk menuju sebuah gedung pemerintahan untuk menyelamatkan salah satu sobatnya yang mencoba bunuh diri.

Seorang depresi tersebut adalah Arok (Vino G. Bastian). Ia putus asa karena tak sempat menyatakan cintanya kepada Maia. Pujaan hatinya itu akan menikah 5 hari lagi di Jakarta. Setelah berpikir panjang, Arok memutuskan untuk memperjuangkan cintanya dalam waktu lima hari kepada Maia.

Akhirnya empat orang sahabat tersebut menuju Jakarta. Dengan bermodalkan uang seadanya, mereka bertekad kuat untuk membantuk Arok.

Di sepanjang jalan menuju ibukota dengan menggunakan tumpangan atau pun terpaksa menggunakan angkutan mereka tetap menatap kedepan. Melewati banjir, berantem dan seabrek pertualangan dilewati hingga akhirnya…

Keseluruhan film karya Ody C. Harahap ini cukup baik, dengan mengusung tema ‘anak punk’ menjadi penyegar di dunia film Indonesia disaat semua mata tertuju pada film tentang politik, agama dan esek-esek.

Akting Vino G. Bastian cukup apik. Berbeda dari film-filmnya terdahulu dengan karakter keras dan petarung, di sini Vino berubah menjadi seorang anak punk yang stres karena cinta. Yogi Finanda pas dengan karakter Mojo, sebagai teman yang selalu membantu, paling dewasa dan terdepan. Aulia Sarah, berakting cukup apik dengan berperan sebagai satu-satunya cewek dalam perjalanan itu. Andhika Pratama, pastinya bukan hanya rambut ‘mohawk’ berwarna pinknya saja yang mencolok. Oi..oi...

Punk in Love, Punk tapi Romantis


Film ini bisa dibilang beda dari yang lain, pertama dilihat dari lokasi syutingnya yang mengambil tempat di sepanjang Pantura. Kedua, film ini mengajak penonton melihat kehidupan kaum Punk secara lebih dekat dan lebih transparan. Ketiga, film ini ingin menyentuh nurani penonton kalau ‘Anak Punk juga manusia’, sesuai dengan taglinenya ‘Rambut boleh jigrak, hati tetep... dangdut!’


Diceritakan keempat anak punk berhati romantis ini adalah Arok (Vino G. Bastian), Yoji (Andhika Pratama), Mojo (Yogi Finanda), dan juga Almira (Aulia Sarah) yang nekat hijrah ke Jakarta demi mengejar sebuah obsesi yang cukup cengeng buat seorang punkers, yaitu ingin menyatakan cinta kepada gadis pujaan hati sebelum gadis itu menikah dengan pria lain.


Bermodalkan idealisme dan jigrak pada rambutnya, keempat punkers ini lalu melakukan perjalanan sepanjang Pulau Jawa. Tidak disangka mereka banyak menemui kejadian-kejadian aneh bin ajaib yang mengundang tawa penonton, mulai dari kebanjiran, kejar-kejaran dengan bis maut di sepanjang jalur Pantura, berantem dengan tukang sate, serta seabrek petualangan konyol dan seru lainnya yang harus mereka lakoni demi mempertahankan idealisme sekaligus menguak siapa jati diri mereka sebenarnya.


Sutradara Ody .C. Harahap yang sebelumnya pernah menggarap 2 film drama bertajuk Alexandria dan Selamanya serta sekuel film komedi Kawin Kontrak dan Kawin Kontrak Lagi. Di film kelimanya ini ingin menghadirkan suatu film komedi yang segar, plus suguhan pemandangan mengagumkan sepanjang Bromo, Cepu, Pati, Semarang dan Cirebon yang menjadi saksi tingkah kekonyolan Vino dan kawan-kawan yang baru kali ini bermain di film bergenre komedi. (Ind)


TND FEST

TND FEST 8 Agustus 2009 @ Danyon Zipur 3 Dayeuh kolot (dpan RS BINA SEHAT) 11 pm - 18pm feat :: ROSEMARY TCUKIMAY JOEY THE GANGSTER AUTICED SUB CHAOS GLOBAL UNITY MAWAR BERDURI MONALISA OPIUM END OF LINE DEMISE PURIFY HELLVETICA NEMESIS presale ticket @ TRUE RADIO 100.7fm ( GATO 0878 222 07 666 )

A Little “Underground Music History” In Indonesia

June 6, 2008 by: donny

(CP from : Wahyudi Pratama)

Saya mencoba menyelamatkan sebuah arsip menarik yang penting tentang runutan sejarah perkembangan musik Rock Di Tanah Air. Untuk referensi dan sumber yang saya dapatkan dari hasil Googling ternyata berada dalam arsip mail seseorang. Silakan nikmati, niscaya anda akan seperti saya, yang terkaget-kaget membacanya.

Awal Mula

Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar’ dan `ekstrem’ untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah
namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album
ketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.

Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.

Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx (Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura), Commotion Of Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle (GN’R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream (Obituary). Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal lawas Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.

Semangat yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi `sekolah lama’, bangga menjadi band cover version! Di antara mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama Rock N’ Rhythm yang
mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.

Selain hang out di Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga
mantan vokalis Rotor.

Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band rock/metal lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground
manggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala (cikal bakal Poster CafĂ©). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut. Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMA
Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus Universitas
Nasional (Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas).

Berkonsernya dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992) dan Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura sukses “membakar” Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis album debut self-titled mereka di bawah
label Blackboard. Album kaset ini kelak menjadi salah satu album speed metal klasik Indonesia era 90-an. Hal yang sama dialami pula oleh Rotor. Sukses membuka konser fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut di Stadion Lebak Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya yang pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan rekomendasi dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil dua kali membuka konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer Bakkar Bufthaim) lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib. Sucker Head sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut dibanding band
seangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, Aquarius
Musikindo, baru di awal 1995 mereka merilis album `The Head Sucker’. Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis empat buah album.

Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di tanah air, mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak terbentuk scene-scene underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif berpusat di Blok M sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal sering
terlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang out adalah bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional, barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran konser. Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok Mall yang kebetulan letaknya berada di bawah tanah.

Pada era ini hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black metal hingga gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di era ini adalah Grausig, Trauma, Aaarghhh, Tengkorak, Delirium Tremens, Corporation of Bleeding, Adaptor, Betrayer, Sadistis, Godzilla dan sebagainya. Band grindcore Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat sebagai band yang pertama kali merilis mini album secara independen di Jakarta dengan judul `It’s A Proud To Vomit Him’. Album ini direkam secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil, Puppen dan PAS).

Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut n’ paste tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat dicetak ala majalah profesional dengan cover
penuh warna. Hingga tahun 1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum akhirnya di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di internet (www.bisik.com). Media-media serupa yang selanjutnya lebih konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid Noise zine, Gerilya zine, Rottrevore zine, Cosmic zine dan
sebagainya.

29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie untuk pertama kalinya di Poster CafĂ©. Acara bernama “Underground Session” ini digelar tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. CafĂ© legendaris yang dimiliki rocker gaek
Ahmad Albar ini banyak melahirkan dan membesarkan scene musik indie baru yang memainkan genre musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene Brit/indie pop, ledakan musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai tawuran massal bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi juga di tempat ini. Getah,
Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody Gore, Straight Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet, Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV, Planet Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus Sasongko & FSOP adalah sebagian kecil band-band yang `kenyang’ manggung di sana.

10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster CafĂ© untuk selama- lamanya. Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan acara musik di sana (Subnormal Revolution) yang berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan unjuk giginya aparat kepolisian dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster CafĂ© diluar dugaan malah banyak melahirkan venue- venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie. CafĂ© Kupu- Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah Waterpark, GM 2000 cafĂ© dan CafĂ© Gueni di Cikini untuk scene Brit/indie pop, Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs punk/hardcore dan juga indie pop. Belakangan BB’s Bar yang super- sempit di Menteng sering disewa untuk acara garage rock-new wave-mellow punk juga rock yang kini sedang hot, seperti The Upstairs, Seringai, The Brandals, C’mon Lennon, Killed By Butterfly, Sajama Cut,
Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya, mungkin yang paling `netral’ dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana CafĂ© yangterletak di basement Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini pulalah, 13 Januari 2002 silam, Puppen `menghabisi riwayat’ mereka dalam sebuah konser bersejarah yang berjudul, “Puppen : Last Show Ever”, sebuah rentetan show akhir band Bandung ini sebelum membubarkan diri.

Scene Punk/Hardcore/Brit/Indie Pop

Invasi musik grunge/alternative dan dirilisnya album Kiss This dari Sex Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup menjadi trigger yang ampuh dalam melahirkan band-band baru yang tidak memainkan musik metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu Sex Pistols lengkap dengan dress-up punk dan haircut mohawknya. Uniknya, pada perjalanan selanjutnya, sekitar tahun 1994, Pestol Aer kemudian mengubah arah musik mereka menjadi band yang mengusung genre british/indie pop ala The Stone Roses. Konon, peristiwa historik ini
kemudian menjadi momen yang cukup signifikan bagi perkembangan scene british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di pertengahan 1997 mereka sempat merilis album debut bertitel `…Jang Doeloe’. Generasi awal dari scene brit pop ini antara lain adalah band Rumahsakit, Wondergel, Planet Bumi, Orange, Jellyfish, Jepit Rambut, Room-V,
Parklife hingga Death Goes To The Disco.

Pestol Aer memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989 sempat melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap memainkan nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai Sex Pistols. Lukman (Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker Head/Noxa) adalah alumnus band ini juga. Selain sering manggung di Jakarta, Antiseptic juga sempat manggung di rockfest legendaris Bandung, Hullabaloo II pada akhir 1994. Album debut Antiseptic sendiri yang bertitel `Finally’ baru rilis delapan tahun kemudian (1997) secara D.I.Y. Ada juga band alternatif seperti Ocean yang memainkan musik ala Jane’s Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak sempat merilis rekaman.

Selain itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots yang awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The Exploited. Nggak jauh berbeda dengan Antiseptic, baru sembilan tahun kemudian The Idiots merilis album debut mereka yang bertitel `Living Comfort In Anarchy’ via label indie Movement Records. Komunitas-
komunitas punk/hardcore juga menjamur di Jakarta pada era 90-an tersebut. Selain komunitas Young Offender tadi, ada pula komunitas South Sex (SS) di kawasan Radio Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People di Duren Sawit, Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di Rawamangun.

Sementara rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah album kompilasi Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang rilis awal 1997 dan memuat singel antara lain dari band Youth Against Fascism, Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge dan sebagainya. Album kompilasi punk/hardcore klasik lainnya adalah Still One, Still Proud (Movement Records) yang berisikan singel dari Sexy Pig, The Idiots, Cryptical Death hingga Out Of Control.

Bandung scene

Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi cikal bakal scene rock underground di sana. Namanya Studio Reverse yang terletak di daerah Sukasenang. Pembentukan studio ini digagas oleh Richard Mutter (saat itu drummer PAS) dan Helvi. Ketika semakin berkembang Reverse lantas melebarkan sayap bisnisnya dengan
membuka distro (akronim dari distribution) yang menjual CD, kaset, poster, t-shirt, serta berbagai aksesoris import lainnya. Selain distro, Richard juga sempat membentuk label independen 40.1.24 yang rilisan pertamanya di tahun 1997 adalah kompilasi CD yang bertitel “Masaindahbangetsekalipisan.” Band-band indie yang ikut serta di kompilasi ini antara lain adalah Burger Kill, Puppen, Papi, Rotten To The Core, Full of Hate dan Waiting Room, sebagai satu- satunya band asal Jakarta.

Band-band yang sempat dibesarkan oleh komunitas Reverse ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun 1993 menorehkan sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P” ludes terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang melahirkan ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah (alm) Samuel Marudut. Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun radio rock pertama di Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman band-band rock amatir asal Bandung, Jakarta dan sekitarnya. Tragisnya, di awal 1995 Marudut ditemukan tewas tak bernyawa di kediaman Krisna Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan, kematiannya ini, menurut Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The Doors yang diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang dibentuk pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup E.P. (1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure Saturday dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu promosinya oleh Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan cara bonus kaset 3 lagu sebelum rilis albumnya.

Agak ke timur, masih di Bandung juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi episentrum underground metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya di daerah ini sempat berdiri Studio Palapa yang banyak berjasa membesarkan band-band underground cadas macam Jasad, Forgotten, Sacrilegious, Sonic Torment, Morbus Corpse, Tympanic Membrane, Infamy, Burger Kill dan sebagainya. Di sinilah kemudian pada awal 1995 terbit fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine. Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single unik berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga kali terbit dan kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore lokal maupun internasional.

Kemudian taklama kemudian fanzine indie seperti Swirl, Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut meramaikan media indie. Ripple dan Trolley muncul sebagai majalah yang membahas kecenderungan subkultur Bandung dan jug lifestylenya. Trolley bangkrut tahun 2002, sementara Ripple berubah dari pocket magazine ke format majalah standar. Sementara fanzine yang umumnya fotokopian hingga kini masih terus eksis. Serunya di Bandung tak hanya musik ekstrim yang maju tapi juga scene indie popnya. Sejak Pure Saturday muncul, berbagai band indie pop atau alternatif, seperti Cherry Bombshell, Sieve, Nasi Putih hingga yang terkini seperti The Milo, Mocca, Homogenic. Begitu pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar. Band seperti Noin Bullet dan Agent Skins sudah lama mengusung genre musik ini.

Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock underground di Bandung pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga ke berbagai pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di `baptis’ di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah Bandung paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock show fenomenal seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung Underground. Jumlah penonton setiap acara-acara di atas tergolong spektakuler, antara 5000 – 7000 penonton! Tiket masuknya saja sampai diperjualbelikan dengan harga fantastis segala oleh para calo. Mungkin ini merupakan rekor tersendiri yang belum terpecahkan hingga saat ini di Indonesia untuk ukuran rock show underground.

Sempat dijuluki sebagai barometer rock underground di Indonesia, Bandung memang merupakan kota yang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi kemajuan scene nasional. Booming distro yang melanda seluruh Indonesia saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan menjual album indie hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga berawal dari kota ini. Bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama kali teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan di kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan menjadi reinkarnasi Aktuil di jaman sekarang, tetap loyal memberikan porsi terbesar liputannya bagi band-band indie lokal keren macam Koil, Kubik, Balcony, The Bahamas, Blind To See, Rocket Rockers, The Milo, Teenage Death Star, Komunal hingga The S.I.G.I.T. Coba cek webzine Bandung, Death Rock Star (www.deathrockstar.tk) untuk membuktikannya. Asli, kota yang satu ini memang nggak ada matinya!

Scene Jogjakarta

Kota pelajar adalah julukan formalnya, tapi siapa sangka kalau kota ini ternyata juga menjadi salah satu scene rock underground terkuat di Indonesia? Well, mari kita telusuri sedikit sejarahnya. Komunitas metal underground Jogjakarta salah satunya adalah Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini sempat menerbitkan fanzine metal Human Waste, majalah Megaton dan menggelar acara metal legendaris di sana, Jogja Brebeg. Hingga kini acara tersebut sudah terselenggara sepuluh kali! Band-band metal underground lawas dari kota ini antara lain Death Vomit, Mortal Scream, Impurity, Brutal Corpse, Mystis, Ruction.

Untuk scene punk/hardcore/industrial-nya yang bangkit sekitar awal 1997 tersebutlah nama Sabotage, Something Wrong, Noise For Violence, Black Boots, DOM 65, Teknoshit hingga yang paling terkini, Endank Soekamti. Sedangkan untuk scene indie rock/pop, beberapa nama yang patut di highlight adalah Seek Six Sick, Bangkutaman, Strawberry’s Pop sampai The Monophones. Selain itu, band ska paling keren yang pernah terlahir di Indonesia, Shaggy Dog, juga berasal dari kota ini. Shaggy Dog yang kini dikontrak EMI belakangan malah sedang asyik menggelar tur konser keliling Eropa selama 3 bulan! Kota gudeg ini tercatat juga pernah menggelar Parkinsound, sebuah festival musik elektronik yang pertama di Indonesia. Parkinsound #3 yang diselenggarakan tanggal 6 Juli 2001 silam di antaranya menampilkan Garden Of The Blind, Mock Me Not, Teknoshit, Fucktory, Melancholic Bitch hingga
Mesin Jahat.

Scene Surabaya

Scene underground rock di Surabaya bermula dengan semakin tumbuh-berkembangnya band-band independen beraliran death metal/grindcore sekitar pertengahan tahun 1995. Sejarah terbentuknya berawal dari event Surabaya Expo (semacam Jakarta Fair di DKI - Red) dimana band- band underground metal seperti, Slowdeath, Torture, Dry, Venduzor, Bushido manggung di sebuah acara musik di event tersebut.

Setelah event itu masing-masing band tersebut kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi yang bernama Independen. Base camp dari organisasi yang tujuan dibentuknya sebagai wadah pemersatu serta sarana sosialisasi informasi antar musisi/band underground metal ini waktu itu dipusatkan di daerah Ngagel Mulyo atau tepatnya di studio milik band Retri Beauty (band death metal dengan semua personelnya cewek, kini RIP - Red). Anggota dari organisasi yang merupakan cikal bakal terbentuknya scene underground metal di Surabaya ini memang sengaja dibatasi hanya sekitar 7-10 band saja.

Rencana pertama Independen waktu itu adalah menggelar konser underground rock di Taman Remaja, namun rencana ini ternyata gagal karena kesibukan melakukan konsolidasi di dalam scene. Setelah semakin jelas dan mulai berkembangnya scene underground metal di Surabaya pada akhir bulan Desember 1997 organisasi Independen resmi dibubarkan. Upaya ini dilakukan demi memperluas jaringan agar semakin tidak tersekat-sekat atau menjadi terkotak-kotak komunitasnya.

Pada masa-masa terakhir sebelum bubarnya organisasi Independen, divisi record label mereka tercatat sempat merilis beberapa buah album milik band-band death metal/grindcore Surabaya. Misalnya debut album milik Slowdeath yang bertitel “From Mindless Enthusiasm to Sordid Self-Destruction” (September 96), debut album Dry berjudul “Under The Veil of Religion” (97), Brutal Torture “Carnal Abuse”, Wafat “Cemetery of Celerage” hingga debut album milik Fear Inside
yang bertitel “Mindestruction”. Tahun-tahun berikutnya barulah underground metal di Surabaya dibanjiri oleh rilisan-rilisan album milik Growl, Thandus, Holy Terror, Kendath hingga Pejah.

Sebagai ganti Independen kemudian dibentuklah Surabaya Underground Society (S.U.S) tepat di malam tahun baru 1997 di kampus Universitas 45, saat diselenggarakannya event AMUK I. Saat itu di Surabaya juga telah banyak bermunculan band-band baru dengan aliran musik black metal. Salah satu band death metal lama yaitu, Dry kemudian berpindah konsep musik seiring dengan derasnya pengaruh musik black metal di Surabaya kala itu.

Hanya bertahan kurang lebih beberapa bulan saja, S.U.S di tahun yang sama dilanda perpecahan di dalamnya. Band-band yang beraliran black metal kemudian berpisah untuk membentuk sebuah wadah baru bernama ARMY OF DARKNESS yang memiliki basis lokasi di daerah Karang Rejo. Berbeda dengan black metal, band-band death metal selanjutnya memutuskan tidak ikut membentuk organisasi baru. Selanjutnya di bulan September 1997 digelar event AMUK II di IKIP Surabaya. Event ini kemudian mencatat sejarah sendiri sebagai event paling sukses di Surabaya kala itu. 25 band death metal dan black metal tampil sejak pagi hingga sore hari dan ditonton oleh kurang lebih 800 – 1000 orang. Arwah, band black metal asal Bekasi juga turut tampil di even tersebut sebagai band undangan.

Scene ekstrem metal di Surabaya pada masa itu lebih banyak didominasi oleh band-band black metal dibandingkan band death metal/grindcore. Mereka juga lebih intens dalam menggelar event-event musik black metal karena banyaknya jumlah band black metal yang muncul. Tercatat kemudian event black metal yang sukses digelar di Surabaya seperti ARMY OF DARKNESS I dan II.

Tepat tanggal 1 Juni 1997 dibentuklah komunitas underground INFERNO 178 yang markasnya terletak di daerah Dharma Husada (Jl. Prof. DR. Moestopo,Red). Di tempat yang agak mirip dengan rumah-toko (Ruko) ini tercatat ada beberapa divisi usaha yaitu, distro, studio musik, indie label, fanzine, warnet dan event organizer untuk acara-acara underground di Surabaya. Event-event yang pernah di gelar oleh INFERNO 178 antara lain adalah, STOP THE MADNESS, TEGANGAN TINGGI I & II hingga BLUEKHUTUQ LIVE.

Band-band underground rock yang kini bernaung di bawah bendera INFERNO 178 antara lain, Slowdeath, The Sinners, Severe Carnage, System Sucks, Freecell, Bluekuthuq dan sebagainya. Fanzine metal asal komunitas INFERNO 178, Surabaya bernama POST MANGLED pertama kali terbit kala itu di event TEGANGAN TINGGI I di kampus Unair dengan tampilnya band-band punk rock dan metal. Acara ini tergolong kurang sukses karena pada waktu yang bersamaan juga digelar sebuah event black metal. Sayangnya, hal ini juga diikuti dengan mandegnya proses penggarapan POST MANGLED Zine yang tidak kunjung mengeluarkan edisinya yang terbaru hingga kini.

Maka, untuk mengantisipasi terjadinya stagnansi atau kesenjangan informasi di dalam scene, lahirlah kemudian GARIS KERAS Newsletter yang terbit pertama kali bulan Februari 1999. Newsletter dengan format fotokopian yang memiliki jumlah 4 halaman itu banyak mengulas berbagai aktivitas musik underground metal, punk hingga HC tak hanya di Surabaya saja tetapi lebih luas lagi. Respon positif pun menurut mereka lebih banyak datang justeru dari luar kota Surabaya itu sendiri. Entah mengapa, menurut mereka publik underground rock di Surabaya kurang apresiatif dan minim dukungannya terhadap publikasi independen macam fanzine atau newsletter tersebut. Hingga akhir hayatnya GARIS KERAS Newsletter telah menerbitkan edisinya hingga ke- 12.

Divisi indie label dari INFERNO 178 paling tidak hingga sekitar 10 rilisan album masih tetap menggunakan nama Independen sebagai nama label mereka. Baru memasuki tahun 2000 yang lalu label INFERNO 178 Productions resmi memproduksi album band punk tertua di Surabaya, The Sinners yang berjudul “Ajang Kebencian”. Selanjutnya label
INFERNO 178 ini akan lebih berkonsentrasi untuk merilis produk- produk berkategori non-metal. Sedangkan untuk label khusus death metal/brutal death/grindcore dibentuklah kemudian Bloody Pigs Records oleh Samir (kini gitaris TENGKORAK) dengan album kedua Slowdeath yang bertitel “Propaganda” sebagai proyek pertamanya yang dibarengi pula dengan menggelar konser promo tunggal Slowdeath di CafĂ© Flower sekitar bulan September 2000 lalu yang dihadiri oleh 150- an penonton. Album ini sempat mencatat sold out walau masih dalam jumlah terbatas saja. Ludes 200 keping tanpa sisa.

Scene Malang

Kota berhawa dingin yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan dari Surabaya ini ternyata memiliki scene rock underground yang “panas” sejak awal dekade 90-an. Tersebutlah nama Total Suffer Community(T.S.C) yang menjadi motor penggerak bagi kebangkitan komunitas rock underground di Malang sejak awal 1995. Anggota komunitas ini terdiri dari berbagai macam musisi lintas-scene, namun dominasinya tetap
saja anak-anak metal. Konser rock underground yang pertama kali digelar di kota Malang diorganisir pula oleh komunitas ini. Acara bertajuk Parade Musik Underground tersebut digelar di Gedung Sasana Asih YPAC pada tanggal 28 Juli 1996 dengan menampilkan band-band lokal Malang seperti Bangkai (grindcore), Ritual Orchestra (black metal),Sekarat (death metal), Knuckle Head (punk/hc), Grindpeace (industrial
death metal), No Man’s Land (punk), The Babies (punk) dan juga band-band asal Surabaya, Slowdeath (grindcore) serta The Sinners (punk).

Beberapa band Malang lainnya yang patut di beri kredit antara lain Keramat, Perish, Genital Giblets, Santhet dan tentunya Rotten Corpse. Band yang terakhir disebut malah menjadi pelopor style brutal death metal di Indonesia. Album debut mereka yang
bertitel “Maggot Sickness” saat itu menggemparkan scene metal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Bali karena komposisinya yang solid dan kualitas rekamannya yang top notch. Belakangan band ini pecah menjadi dua dan salah satu gitaris sekaligus pendirinya, Adyth, hijrah ke Bandung dan membentuk Disinfected. Di kota inilah lahir untuk kedua kalinya fanzine musik di Indonesia. Namanya Mindblast zine yang
diterbitkan oleh dua orang scenester, Afril dan Samack pada akhir 1995. Afril sendiri merupakan eks-vokalis band Grindpeace yang kini eksis di band crust-grind gawat, Extreme Decay. Sementara indie label pionir yang hingga kini masih bertahan serta tetap produktif merilis album di Malang adalah Confused Records

Scene Bali

Berbicara scene underground di Bali kembali kita akan menemukan komunitas metal sebagai pelopornya. Penggerak awalnya adalah komunitas 1921 Bali Corpsegrinder di Denpasar. Ikut eksis di dalamnya antara lain, Dede Suhita, Putra Pande, Age Grindcorner dan Sabdo Moelyo. Dede adalah editor majalah metal Megaton yang terbit di
Jogjakarta, Putra Pande adalah salah satu pionir webzine metal Indonesia
Corpsegrinder (kini Anorexia Orgasm) sejak 1998, Age adalah pengusaha distro yang pertama di Bali dan Moel adalah gitaris/vokalis band death metal etnik, Eternal Madness yang aktif menggelar konser underground di sana. Nama 1921 sebenarnya diambil dari durasi siaran program musik metal mingguan di Radio Cassanova, Bali yang
berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00 WITA.

Awal 1996 komunitas ini pecah dan masing-masing individunya jalan sendiri-sendiri. Moel bersama EM Enterprise pada tanggal 20 Oktober 1996 menggelar konser underground besar pertama di Bali bernama Total Uyut di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Band-band Bali yang tampil diantaranya Eternal Madness, Superman Is Dead, Pokoke, Lithium, Triple Punk, Phobia, Asmodius hingga Death Chorus. Sementara band- band luar Balinya adalah Grausig, Betrayer (Jakarta), Jasad, Dajjal, Sacrilegious, Total Riot (Bandung) dan Death Vomit (Jogjakarta). Konser ini sukses menyedot sekitar 2000 orang penonton dan hingga sekarang menjadi festival rock underground tahunan di sana. Salah satu
alumni Total Uyut yang sekarang sukses besar ke seantero nusantara adalah band punk asal Kuta, Superman Is Dead. Mereka malah menjadi band punk pertama di Indonesia yang dikontrak 6 album oleh Sony Music Indonesia. Band-band indie Bali masa kini yang stand out di antaranya adalah Navicula, Postmen, The Brews, Telephone, Blod Shot Eyes
dan tentu saja Eternal Madness yang tengah bersiap merilis album ke tiga mereka dalam waktu dekat.

Memasuki era 2000-an scene indie Bali semakin menggeliat. Kesuksesan S.I.D memberi inspirasi bagi band-band Bali lainnya untuk berusaha lebih keras lagi, toh S.I.D secara konkret sudah membuktikan kalau band `putera daerah’ pun sanggup menaklukan kejamnya industri musik ibukota. Untuk mendukung band-band Bali, drummer S.I.D, Jerinx dan beberapa kawannya kemudian membuka The Maximmum Rock N’ Roll Monarchy (The Max), sebuah pub musik yang berada di jalan Poppies, Kuta. Seringkali diadakan acara rock reguler di tempat ini.

Indie Indonesia Era 2000-an

Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an? Kehadiran teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan dengan menawarkan style musik yang lebih beragam. Trend indie label berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang berguna puluhan tahun ke depan.

Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan idiom `indie’ dan bukan underground untuk mendefinisikan sebuah scene musik non- mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan perdebatan klasikmengenai istilah `indie atau underground’ ini di tanah air. Sebagian orang memandang istilah `underground’ semakin bias karena kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang `sell-out’, entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian lagi lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih `elastis’ dan misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin sering digunakan oleh media massa nasional, jauh
meninggalkan istilah ortodoks `underground’ itu tadi.

Ditengah serunya perdebatan indie/underground, major label atau indie label, ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album, ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin tidak substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari bersenang-senang lebih menjadi `panglima’ sekarang ini.

…And history is still in the making here…..

MALANG CITY GRUNGE FEST. 2009 — Malang

Lokasi: Malang, Jawa Timur, Indonesia
Tanggal Terpasang: Mei 14


PESTA ANAK GRUNGE BAKAL NGERAMEIN NIH ACARA, SO YANG PASTI BAKAL BANYAK GUEST STAR DALAM NIH ACARA, ACARA YANG BAKAL DIGELAR AWAL JUNI NANTI AKAN DIADAKAN DI SALAH SATU GEDUNG KESENIAN YANG ADA DI KOTA MALANG, JADI BUAT KALIAN ANAK GRUNGE DISELURUH PENJURU INDONESIA YANG INGIN MENGEKSPRESIKAN LUAPAN EMOSIMU TUNGGU KABAR SELANJUTNYA WOKEEYY??

Screaming Factor,The Hottest Act

Komunitas Metal-Punk Indie Malang bolehlah berbangga memiliki Screaming Factor sebagai salah satu band indie yang tergolong “purba” dan tetap bernafas hingga saat ini. Screaming Factor awalnya didirikan sekitar tahun 1997 terus mewarnai band indie Malang dan komunitas serupa di beberapa kota besar di Indonesia, gaungnya pun hingga ke negeri Jiran Malaysia.

12 tahun berkarya, tentunya SF tidak lepas dari berbagai masalah klasik akibat gonta-ganti personel. Hanya saja, berbeda dengan beberapa band lain, dengan personel yang berbeda-beda SF tetap lurus dengan genre musik yang dipilih, Hardcore-Metal.

Diawal 1997, personel SF digawangi oleh Yoyok (gitar), Evi (vocal), Andre (bass) dan Lucky (drum). Hadirnya Evi menjadikan SF tampil beda dengan imej Female-Fronted Band, sebagai vokalis cewek dalam dunia band metal Malang. Awalnya SF hanya menjadi band penyambung lidah lagu-lagu asing milik Sick Of It All, 25 Ta Life atau Vision Disorder yang belakangan menjadi influent dari puluhan track lagu yang terlahir dari SF hingga sekarang.

Karena imej yang unik itu, SF pun sempat limbung dan vakum beberapa bulan ketika Evi memutuskan keluar dari band di tahun 2002 karena ingin fokus pada pekerjaanya. SF baru bangkit dari mati suri di awal 2003 ketika menemukan Novi yang sebelumnya memang sering menjadi Backing Vokal SF. ”Pentas pertama dengan Novi waktu itu pada event Party To The Max yang dihelat oleh komunitas Ska di Malang,” ujar Yoyok, satu-satunya personel awal yang hingga kini masih mewarnai SF dengan cabikan gitar cadasnya.

Setelah tiga generasi personel, kini SF dihuni oleh Novi (vocal), Yoyok TB (gitar), Udin bacok (gitar), Hari Gowang (bass) dan Ayok (drum). Seiring suksesi personel, lahir juga beberapa mini album dan satu full album yang dikeluarkan di tahun 2005. Sementara mini album terakhir bertajuk Welcome Pieces dilempar ke pasaran Indie pada tahun 2008 yang lalu. Novi menyebut, full album tahun 2005 merupakan satu pencapain yang harus bisa direngkuh bahkan di lampaui di tahun ini.

”Dengan Single The Fire That Burns In My Heart, album kami banyak jadi jawara di tangga lagu radio di Malang. Album juga dikupas dalam review majalah Trax di edisi metal issue sekitar Januari 2006,” ujar pria berambut panjang itu sambil membetulkan letak topinya. Karena album yang sama SF kerap disebut sebagai The Hottest Act di berbagai event musik cadas di Malang.

Genre Hardcore-metal, yang dijlentrehkan Novi dan Yoyok sebagai musik metal yang banyak menggunakan riff dalam satu barnya. Riff adalah pergantian kunci dalam satu bar atau satu baris irama lagu. Hardcore versi SF semakin garang dengan vokal suara Novi yang hampir berteriak di sepanjang lagu. Bedanya, lagu SF lebih berirama dengan teriakan Novi yang masih bisa didengar dan lafal yang jelas dalam bahasa Inggris.

”Memang vokal saya tidak berteriak saja, tetapi dibuat lebih berirama. Soal pengucapan lirik berbahasa Inggris saya banyak dibantu oleh Ayok (drummer),” kata Novi. Ayok yang lulusan STIBA Malang banyak menyumbang lirik lagu yang dibawakan SF.

Lirik musik SF bertema bebas, seputar kehidupan dan permasalahan personel sehari-hari dalam lirik bahasa Inggris. Pemilihan bahasa menurut Novi karena lebih mudah pengucapan dan menyanyikan dalam bahasa Inggris dibanding Bahasa Indonesia. Sejumlah track lagu milik SF berjudul Welcome Pieces, Eyeless Crown dan Behind The Fangs dapat ditemukan di mini album terakhir mereka.

Tahun ini SF berencana meluncurkan satu full album di pasaran. Saat ini seluruh personel sedang mengumpulkan materi dan anggaran serta sponsor agar full album dapat dipasarkan merata di seluruh Indonesia. ”Materinya tetap sama genrenya juga sama. Yang pasti musiknya akan semakin cadas,” tandas Novi memberi sedikit bocoran.

Butuh Dukungan Media

Perkembangan SF 12 tahun terakhir hampir sama dengan beberapa band seangkatan atau yang lebih tua. Sebut saja Keramat, Begundal Lowok Waru, Today Is Struggle atau Spiky In Venus. Mereka berjaya di Malang saja. Suara dan gaung mereka terdengar di luar Malang.

Dalam 12 tahun berkarya, SF menginginkan untuk melakukan tur seluruh Indonesia. ”Mungkin nanti berakhir di Thailand,” ujar Udin bacok sang basis sambil berkelakar. Hampir seperti kelakar, cita-cita SF memang tidak berlebihan jika melihat banyaknya fans mereka yang tersebar di Indonesia. Tapi seolah mustahil ketika terbentur minimnya dana dan promo tur lokal yang mau menyelenggarakan even serupa.

Dari Apocalyps.com, diketahui ribuan pengunjung telah mendownload musik SF. Beberapa tawaran dari komunitas di Malaysia pun hinggap di manajemen SF yang juga personel band SF. ”Lolos saja, biayanya terlalu mahal, panitia hanya menanggung perjalanan pergi saja, pulangnya mau mbambung,” kata Yoyok tanpa ekspresi.

Novi menyebut fenomena band Indie di Malang yang susah berkembang karena tidak adanya dukungan dari media. Berbeda dengan puluhan band asal Bandung atau Jakarta yang dengan mudah silih berganti mewarnai top chart nasional. ”Mereka sangat dekat dengan sumber media di sana, tapi kami untuk kesana pun juga membutuhkan dana yang tidak sedikit,” beber Novi.

Sedikitnya dukungan media lokal juga dirasakan Novi menjadi penghambat berkembangnya band Indie. Sementara dalam hal kualitas band Malang memiliki ciri yang berbeda dan unik dibanding band Jakarta atau Bandung. Novi berharap, televisi lokal atau medi cetak lokal dapat membantu dengan berbagai acara out door sebagai wadah mereka menyalurkan musik.

”Semoga dimulai dengan Malang Post, banyak media yang akan membantu kami untuk berkembang,” kata Novi diamini Udin yang duduk di sampingnya.

Keunikan Band Malang, menurut SF ada pada genre dan karya lagu yang asli dan bernafas ciri asli Malang. walaupun influent mereka adalah band luar, tetapi band Malang tetap berani berkarya dengan nafas dan ide sendiri. ” Tidak sekadar mirip dan menjiplak saja dari band luar,” ujar Yoyok sembari menyebut sejumlah band yang dibesarkan di komunitas indie yang dinilai jiplakan dari band luar seperti Cardigan, Coldplay, ataupun Foo Fighter.

PUNK MASIH BELUM MATI

Aliran musik Punk awalnya mulai lahir sekitar tahun 1970an. Kala itu Punk adalah genre yang lahir untuk memberikan perlawanan pada genre Rock yang sedang merajai tangga lagu dunia. Punk lantas lahir dengan semangat DIY (Do It Your Self) untuk menandingi konsep industrialisasi musik Rock yang telah besar. Munculnya konsep perdagangan Distro (distribution) beberapa tahun terakhir ternyata juga berimbas pada perkembangan komunitas pencinta musik Punk di Malang. Seperti Antiphaty dan Today is struggle, dua band aliran punk yang tetap eksis di dunia musik indie (independence) Malang.

(pit/malangpost)

(pit/malangpost)


Awal tahun 1997 lalu, dua band Punk Malang ini mulai terbentuk masing-masing dengan empat personel. Lirik yang lugas dan pendek, serta sarat dengan tema kritikan politik ataupun sosial mewarnai sebagian besar lagu mereka. Prinsip DIY pun kompak diterapkan oleh kedua band yang punya beberapa album indie ini.

Album inde Antipathy bahkan telah beredar hingga ke Singapura dan Malaysia. Eko ‘”Plokotho”, drummer Antipathy mengungkapkan sekitar tahun 1999 band-nya ditawari oleh Depress, sebuah band Punk dari Malaysia untuk membuat split album indie.

”Awalnya kami saling kenal melalui komunitas Punk di internet. Mungkin karena tertarik dengan musik Antipathy, Depress lantas mengajak kami untuk membuat album split (satu album dua band) yang diedarkan di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Saat itu labelnya adalah sebuah indie label dari Singapura bernama Broken Noise Record,” beber Eko.

Band yang saat ini dikawal oleh Eko pada drum, Catur sebagai vokalis, Anto pada Bass dan Yoyok pada Gitar ini merencanakan akan kembali merilis album indie di awal tahun 2009. Berisi 13 lagu, album ke empat Antipthy saat ini sedang dalam proses mixing terakhir di studia Delta di Malang.

Album keempat yang kemungkinan bernama Up The Punk itu tetap akan bertema kritik sosial dan politik dari sudut pandang Antiphaty. Selain itu juga akan bercerita tentang brother hood atau persahabatan dan cerita khas remaja pada umumnya. Tiga album band yang pernah menjadi band pembuka Exploited, sebuah band punk dari Swedia, dirilis antara tahun 1997 hingga 2007, antara lain W.A.R, Under Controll dan For The Scene.

Seluruh album sengaja di rilis secara indie atau independen dan dengan prinsip DIY. Sehingga dari proses rekaman, promosi, penjualan album hingga merchandise dilakukan antipathy sendiri tanpa melibatkan bantuan pihak manapun. Hal ini berbeda dengan album keluaran mayor label yang memiliki berbagai tenaga berbeda di masing-masing bidang.

Apakah merasa puas dengan indie label ? Antiphaty mengakui konsekuensi dari jalur indie yang mereka pilih, yaitu kurangnya popularitas dan terbatasnya dana dan tenaga yang membantu. Namun itu semua dipandang seimbang dengan idealisme bermusik mereka yang dapat tersalurkan secara penuh.

”Ikut mayor memang kesejahteraan lebih terjamin, tapi kepuasaan hati kadang sulit di capai. Karena mayor label pasti turut campur dalam hasil akhir karya kami,” tegas Eko. (pit/eno) (Pitaloka/malangpost)

THE HISTORY OF OLDCITY HARDCORE :
kampung" beraroma cadas mulai bermunculan di seputar kota.sebut saja sumbersari yg identik dgn blackmetal sehngga kerap disebut triple S (sumbersari satan crew). kemudian anak" deathmetal dan grindcore yg bermarkas di seputar sanan,bango dan sukun. daerah oro" dowo (gang songo) dan kota lama yg dikenal mempunyai bassist punk dan hardcore yg cukup kuat. begitu jg wilayah bareng yg dikenal jg sebagai kampung rock 'n roll sejak tempoe doeloe serta mempunyai variasi genre music yg beragam. squad semacam ini jg meluas hngga kampung" lain seperti selorejo,ketawang gede,pakis,singosari,batu dan sebagainya.

"di malang dulu jg para sama kyk kota elu an ...punk vs metal ...antara anak" malang street drunk rocker (gerombolan pemabuk emperan plasa mitra 2 yg mainin jurus music 3 kunci) vs malang city hardcore (aslinya bkn anak HC beneran tp preman" daerah kota lama yg doyan music metal dan kalo dateng ke gigs dijamin bakal ad kerusuhan) ...sialnya band" yg besar di malang atau jawa timur,mereka tumbuh di 2 scene ini, soalnya scene yg laen pd hidup segan mati tak mau...parah yak".

kita bisa mati tp gag bisa tua! itu mungkin salah satu kalimat yg bisa mewakilkan scene hardcore kids yg berada di salah setu daerah di wilayah kota malang, yup daerah kota lama atau yg biasa dikenal sebagai kotalama hardcore, salah satu scene hardcore terkuat di malang.

iringan music dari band" hardcore dgn lirik lugas dan tempo yg cepat sudah menjadi konsumsi sehari" bagi arek" kotalama dr sekitaran tahun 97 sampai saat ini, mungkin genre music ini cukup mewakili sifat dan karakter mereka, ya seperti rumor yg beredar di sekitaran kota malang bahwa daerah kotalama cukup terkenal dgn image nya yg di anggap sebagai daerah nya "korak" (preman dlm bahasa malangan) atau daerah nya anak nakal walaupun kenakalan seperti apa yg dimaksud itu tidak cukup jelas.

namun tak dapat di pungkiri kehidupan di sekitaran kota lama memang cukup keres, sehingga sngat mgkn ini yg menjadi salah satu pengaruh arek" kota lama meimiliki sifat dan karakter yg cukup keras dan karena kedekatan emosional ini jg akhirnya mereka merasa terwakili dgn genre music hardcore.

hardcore mulai dikenal dan meracuni kotalama di sekitaran tahun 96-97, waktu itu Ikhwan (Alm) yg banyak memberikan referensi, mulai dari 7 second,RDP,youth of today,ignite dll mulai dijejali dan di konsumsi oleh arek" kotalama, akhirnya semangat itu semakin menancap ke jiwa" arek kotalama dan menginspirasikan untuk membuat band hardcore, di era itu mulai banyak arek" kotalama yang membuat band dan slah satu nya yg terangkat ke permukaan dan cukup dikenal di scene music cadas kota malang adlah Direction 4 Use, band new school hardcore ini bahkan menjadi salah satu icon MCHC saat itu, mereka cukup sering masuk dlm list perform gigs di kota malang bersama band hardcore lainnya seperti stoen vision,today is struggle,honesty,screaming factor,public of noise dll.
band ini akhirnya vacum dan para ex personil direction 4 use masing" mulai membuat project band baru antara lain:Breath of despair,Finishing stroke,Bloodlust revenge dan mereka masih aktif sampai saat ini.

selain aktif dalam player band, arek" kotalama jg sering membuat gigs, beberapa gigs yg pernah mereka buat antara lain hardcore as fuck,sunday matinee,friendship loyalty comitment dll.
hingga saat ini spirit hardcore masih sangat kuat menancap pd arek" kotalama, dan banyak band" hardcore baru yg lahir dr scene kotalama.

premanisme,tarungan mgkn itu image buruk yg sering d lontarkan oleh masyarakat banyak, tp apa masyarakat pernah mau sedikit berpikir kenapa arek kotalama bisa jd sekasar itu? cobalah untuk meluangkan sedikit waktu dan berpikir objektif,dan bila sempat cobalah untuk berkumpul dgn arek" kotalama untuk sekedar menikmati secangkir kopi bersama, lalu apakah sudah cukup pantas predikat yg kalian berikan kpda arek" kotalama yg kalian anggap tarungan itu?
KAMI BISA JADI TEMAN YANG SANGAT BAIK SAAT KALIAN BISA SEDIKIT SAJA MENGHARGAI KAMI SEPERTI KAMI MENGHARGAI KALIAN DAN KAMI BISA MENJADI MUSUH TERBESAR KALIAN SAAT KALIAN MENCOBA MENGINJAK INJAK KAMI.

Underground Malang

Di Malang Banyak sekali music-music indie! Terutama musik rock. Music rock di MALANG mungkin masi belum di kenal ole masyarakat umum! Masyarakat umum lebih cenderung menghina mereka yang berstyle ala pereman! Tapi di MALANG sudah menunjukan Eksistensi musik rock dengan berbagai genre... Seperti banyak band-band yang telah di buat oleh anak MALANG. Seperti hardcore music yang didirikan oleh anak MALANG sejak tahun 1997.
Seperti PUNK, METAL,HADCORE,GRUNG,Dll.